Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari
banyak pulau dan memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat
atau yang sering kita sebut kebudayaan. Keanekaragaman budaya yang terdapat di
Indonesia merupakan suatu bukti bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan
budaya.
Tidak bisa kita pungkiri, bahwa kita pungkiri bahwa
kebudayaan daerah merupakan faktor utama berdirinya kebudayaan yang lebih
global, yang biasa kita sebut dengan kebudayaan nasional. Maka atas dasar
itulah segala bentuk kebudayaan daerah akan sangat berpengaruk terhadap budaya
nasional, begitu pula sebaliknya kebudayaan nasional yang bersumber dari
kebudayaan daerah, akan sangat berpebgaruh pula terhadap kebudayaan daerah /
kebudayaan lokal.
Kebudayaan merupakan suatau kekayaan yang sangat benilai
karena selain merupakan ciri khas dari suatu daerah juga mejadi lambang dari
kepribadian suatu bangsa atau daerah.
Karena kebudayaan merupakan kekayaan serta ciri khas
suatu daerah, maka menjaga, memelihara dan melestarikan budaya merupakan
kewajiban dari setiap individu, dengan kata lain kebudayaan merupakan kekayaan
yang harus dijaga dan dilestarikan oleh setiap suku bangsa.
Budaya Jawa merupakan budaya suku bangsa
yang telah dikenal oleh dunia sebagai budaya adiluhung yang diperhitungkan
dunia. Budaya Jawa telah memberikan sekian banyak corak dan warna budaya di
Indonesia. Beberapa produk karya cipta otak manusia Jawa berupa bangunan,
lukisan, ukiran, patung, tarian, masakan, bahasa dan tulisan adalah bukti
peninggalan cipta otak Jawa. Bahkan, ada yang telah mendapatkan pengakuan
secara internasional.
Budaya diciptakan oleh otak-otak manusia
sesuai dengan tingkatannya. Manusia Jawa terlahir sebagai manusia dengan daya
cipta yang luar biasa. Lihat saja struktur bangunan Borobudur, tingkatan
bahasa, struktur masyarakat, sosial dan tatanegara, keraton, cara berbusana dan
musik, semua hal yang komplek dan rumit yang tidak akan tercipta tanpa modal
otak yang cerdas.
Apa yang pernah dicapai para leluhur Jawa
adalah pencapaian kebudayaan yang sangat cerdas dan inovatif. Hampir dipastikan
semua aspek kehidupan orang Jawa mempunyai aspek keteraturan, keindahan dan
keanggunan. Bagi penulis kegemilangan budaya Jawa tidak hanya berkaitan dengan
masa lalu namun juga masa kini dan bahkan masa depan.
Warisan leluhur Jawa yang diurai dalam
perspektif medis misalnya tarian Jawa klasik yang umumnya dikenal sebagai
tarian yang lamban dan tidak dinamis, gerakan tarian ini dapat menyeimbangkan
antara otak kiri dan otak kanan bila mana otak kanan terserang stroke, manfaat
karawitan (alat musik Jawa) untuk mengembalikan fungsi otak bagi penyakit
stroke, pentingnya huruf Jawa HaNaCaRaKa untuk mengaktifkaan dan merehabiitasi
otak, corak dan warna batik, ragam puasa orang Jawa, hingga pernak-pernik Jawa
dari mulai wewangian hingga jajanan pasar yang mempunyai sisi tinjau medis bagi
kesehatan.
Anggapan sebelah mata bagi sebagian besar
orang yang meremehkan warisan leluhur Jawa pun akan terpatahkan. Banyak nilai
dan semangat hidup yang bisa dipetik dan dirasakan dengan melestarikan budaya
Jawa yang sangat adiluhung dan proposional. Terbukti orang Jawa telah berhasil
menciptakan karya spektakuler seperti candi Borobudur, Prambanan, aneka
prasasti, serat centini, serat pangracutan, aneka tembang dan musik Jawa dan
masih banyak lagi.
Semua tidak akan mungkin tanpa adanya alat
perangsang kreatifitas otak kanan yang ampuh dan tidak dapat dipungkiri bahwa
huruf Jawa adalah salah satu alat perangsang kreatifitas otak kanan yang
handal. Budaya Jawa yang adiluhung memang layak dan harus dilestarikan,
khusunya orang Jawa yang tidak melupakan seni dan budayanya. Kebudayaan Jawa
telah memberikan sumbangsih yang sangat penting bagi dunia kesehatan.
Suku Jawa adalah salah
satu suku bangsa yang mempunyai aksara yang digunakan sebagai bahasa tulis
sebelum aksara latin (ABCD, dst) masuk ke Indonesia. Aksara Jawa yang menurut
legenda diciptakan oleh Prabu Ajisaka dariMedang Kamulan (sementara
bukti sejarah yang otentik tentang awal mula aksara jawa masih simpang siur)
ini berjumlah duapuluh, yang ditulis empat baris dengan lima aksara di tiap
barisnya. Terlepas dari cerita-cerita yang meyelimutinya, aksara jawa
sesungguhnya mempunyai nilai yang sangat tinggi, baik itu nilai secara estetis
(sastra) maupun nilai spiritual sebagai ajaran budi pekerti luhur pada manusia.
Nilai-nilai tersebut
bukan hanya ketika aksara-aksara tersebut telah tersusun menjadi sebuah kalimat
yang utuh, akan tetapi, aksara jawa telah mempunyai makna bahkan sejak masih
berupa aksara tunggal (belum bergabung dengan aksara lain dan membentuk suatu
kata, atau kalimat). Sebagai contoh, “Ha Na Ca Ra Ka” sering diartikan
sebagai “Ada sebuah cerita”, dan seterusnya. Itu hanyalah segelintir
contoh betapa Aksara ini mempunyai dua makna sekaligus seperti yang telah
disebutkan di atas, yaitu nilai sastra (estetis) dan spiritual.
Aksara jawa yang pertama,
yaitu “Ha”. Sebenarnya artikel mengenai makna aksara jawa per huruf
telah banyak tersebar di berbagai blog ataupun website,
sehingga ulasan ini mungkin bisa dikatakan sebagai pelengkap dari apa yang sudah
ada, dengan perbedaa-perbedaan dari apa yang sudah ada sebelumnya.
Aksara Jawa dimulai
dengan aksara yang berbunyi “Ha”. Aksara “Ha” berarti “Hurip”
(baca:urip) yang berarti “Hidup”. Hal ini secara tidak langsung
mengingatkan pada manusia mengenai hakikat hidup, dari siapa manusia hidup dan
untuk apa manusia hidup. Manusia hidup karena adanya Tuhan, orang jawa menyebut Gusti
Kang Murbeng Dumadi atau Sang Pencipta. Sang Pencipta kehidupan,
pencipta “Hurip”.
Makna di atas bisa
dikatakan sebagai nilai spiritual, karena mengandung hubungan manusia dengan
sang Pencipta. Sementara aksara “Ha” dapat dipanjangkan menjadi sebuah
kalimat yang mengadung unsur estetika sekaligus unsur spiritual, yaitu “Hana
hurip wening suci”. Kalimat tersebut bisa diterjemahkan bebas dalam bahasa
Indonesia menjadi, “Ada kehidupan yang tulus dan suci”. Jika diamati, kalimat
tersebut mempunyai pengucapan yang sesuai, luwes dan terkesan tidak dipaksakan.
Secara keseluruhan, kalimat “Hana hurip wening suci” menggambarkan bahwa
kehidupan yang tulus dan suci adalah kehidupan yang seharusnya ada di dunia
ini, bukan kehidupan yang penuh dengan rasa was-was, kebohongan, tipu muslihat,
dan apa yang ada di negeri ini sekarang.
Apabila dibongkar lagi,
kalimat itu bisa merupakan kombinasi dari berbagai kata yang mempunyai makna
yang berbeda, meskipun tidak semua kata. Sebagai contoh, kata “wening”
bisa jadi merupakan gabungan dari kata “welas” dan “hening”. Akan
tetapi, karena unsur estetika, kedua kata tersebut akhirnya digabungkan menjadi
“wening”. Kasus ini sama dengan kata “ningrum”, yang merupakan
kombinasi dari “wening” dan “harum”. Jadi, kata “wening”
di sini mempunyai beberapa arti, disamping arti sebenarnya.
Jadi, inti dari huruf “Ha”,
adalah bagaimana manusia menyadari tentang kehidupan. Bahwa kehidupan itu
nyata, dan kehidupan itu ada karena ada yang memberi hidup, yaitu Sang
Pencipta. Dengan menyadari itu, manusia bisa bertingkah laku yang baik, tulus,
dan berusaha menjadi manusia yang wening dan suci,
karena pada awalnya, manusia dihidupkan oleh Tuhan dalam keadaan suci, maka
manusia harus menjadi suci ketika seba ke hadapan Sang Pemberi
Hidup.
Sumber Referensi :
www.google.com
www.yahoo.com
www.wikipedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar